REFLEKSI 108 TAHUN GERAKAN MUHAMMADIYAH
Refleksi
108 Tahun Gerakan Muhammadiyah.
108
tahun sudah Muhammadiyah berdiri ditengah-tengah arus dinamika kebangsaan
Indonesia. Dari zaman penjajahan gaya lama (kolonialisme-imperialisme) hingga
penjajahan gaya baru (Neo kolonialisme-Neo imperialisme) Muhammadiyah tetap
eksis memproduksi pikiran-pikiran/gagasan-gagasan konstruktif demi kemajuan
bangsa. Dan sepanjang itu pula Muhammadiyah telah berjasa melahirkan
tokoh-tokoh bangsa yang berperan penting membangun Indonesia kearah yang lebih
baik.
Muhammadiyah
memiliki komitmen berkontribusi bagi umat dan bangsa sejak organisasi ini
dilahirkan. Ijtihad gerakannya tidak terlepas dari fondasi nilai tauhid yang
murni. Tauhid dalam hal ini bukan sekedar menjunjung tinggi keesaan Allah.
Melainkan juga dimanifestasikan dalam wujud gerakan sosial. Karena menurut bapak
reformasi Ayahanda Amien Rais dalam bukunya Tauhid Sosial bahwa orang yang bertauhid memiliki sikap budaya
untuk mengembangkan amal saleh. Tidak lengkap iman seseorang kalau tidak ada
amal saleh yang menyertai, yang secara konkret membuktikan bahwa ada iman di
dalam hatinya. Menerjemahkan keyakinan menjadi nilai yang implementatif. Maka
kemudian dapat disimpulkan bahwa gerakan sosial yang bertujuan pada
kemaslahatan bersama, dan didorong oleh kepentingan umum adalah salah satu
bukti keberimanan seseorang.
Berbicara
mengenai gerakan Muhammadiyah tentu saja tidak terlepas dari identitas
gerakannya. salah satu identitas gerakan muhammadiyah adalah gerakan tajdid. Purifikasi
nilai nilai islam adalah hal yang fundamen pada masa perjuangan Kyiai Haji
Ahmad Dahlan berdakwah ditengah tengah kondisi masyarakat yang terjangkit virus
Tahayul, Bid’ah, dan Khurofat. Kemudian dinamisasi ajaran islam juga telah
menjadi hal wajib, bukan hanya bagi Kyiai Haji Ahmad Dahlan, melainkan bagi
seluruh ummat islam dalam mempraktekan ajaran islam. Apabila pada sejarahnya
Kyiai Haji Ahmad Dahlan telah memperjuangkan Tajdid dalam dunia pendidikan,
maka 2020 ini adalah waktu yang tepat bagi kader persyarikatan untuk mengingat
peristiwa tersebut. Kemudian berfikir layaknya seorang kader, tentang bagaimana
ijtihad kader muhammadiyah dalam memberikan solusi pembaharuan dalam sistem
pendidikan dimasa pandemi ini.
Sejarah
telah kembali terulang. Krisis 3 faktor (kesehatan, pendidikan, dan ekonomi)
yang dulu telah dijawab oleh Kyiai Haji Ahad Dahlan melalui pemikiran dan
gerakan keorganisasiannya telah kembali muncul diatas bumi Indonesia ini. Hanya
saja krisis 3 faktor ini muncul dalam wujud yang baru dan lebih ekstrim.
“Sesungguhnya Allah akan mengutus bagi umat ini, pada setiap akhir seratus tahun, orang yang akan memperbaharui (yujaddidu) agama mereka.” (HR Abu Dawud, Hakim, dan Thabarani, dishahihkan oleh al-‘Iraqi, Ibnu Hajar, dan al-Albani)
Pertanyaannya
dalam situasi dan kondisi negara yang sedang mencekam ini, akankah lahir Ahmad
Dahlan baru? Yang dengan pemikiran visioner dan etos welas asihnya dapat
membawa angin segar ditengah-tengah carut-marutnya kehidupan akibat pandemic
global ini. Kita doakan saja setidaknya organisasi yang cukup dewasa dalam segi
usia, dan selalu muda dalam spirit gerakan ini dapat terus menjadi bagian dari
solusi dalam menghadapi masalah negri.
Dalam
perjalanannya menuju 108 tahun ini, Muhammadiyah tidak pernah absen dalam
menjaga stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari mulai jihad
konstitusi, diaspora kader, hingga menjalin hubungan baik dengan negara telah
dilakukan demi melangsungkan dakwah amar ma’ruf nahi munkarnya. Ta’awun bukan
hanya sekedar semboyan, melainkan sebagai jati diri organisasi ini dalam
menjalankan amanat konstitusi. Ya, Muhammadiyah memang tidak berpolitik
praktis. Tapi Muhammadiyah selalu memberikan kebebasan bagi kader-kadernya
untuk menentukan pilihannya. Dan Muhammadiyah selalu mengajak para kadernya
untuk menjadi ummatan wasathon, menjadi umat pertengahan. Sehingga trust
masyarakat kepada Muhammadiyah selama 108 tahun ini tetap tinggi dan konsisten.
Akhir
kata, dalam menginjak usia 108 tahun ini, semoga Muhammadiyah sebagai
organisasi islam tetap eksis dalam dakwah amar ma’ruf nahi munkarnya. Dan
semoga kader-kadernya tetap berpegang teguh pada khittahnya, memposisikan diri
sebagai intelektual yang sadar akan kewajiban pengabdiannya.
Jakarta, 19 November 2020
Muhammad Rasyid Ridlo S.E
Comments
Post a Comment