TRIAS EKONOMIKA SYARIAH: PERAN INSTITUSI NEGARA DALAM MEWUJUDKAN EKONOMI BERKEADILAN
Di
tengah-tengah realitas ketimpangan ekonomi global dan kegagalan sistem ekonomi
konvensional menjawab tantangan kesejahteraan rakyat, pemikiran tentang
alternatif sistem ekonomi berbasis nilai teologis mulai mendapatkan tempat.
Salah satu yang kini semakin menarik perhatian adalah sistem ekonomi Islam,
sebuah sistem yang memadukan dimensi etika dan prinsip keadilan kedalam praktik
perekonomian.
Negara
memiliki fungsi sentral, tidak hanya sekadar sebagai regulator, tetapi juga
sebagai eksekutor dan pelindung keadilan melalui instrumen institusional yang
telah diwariskan sejak era Islam klasik .
Tiga
Pilar Institusional dalam Tata Ekonomi Syariah
Ada
tiga elemen institusi utama yang menggambarkan keterlibatan negara dalam
praktik ekonomi Islam, yakni al-hisbah, al-mazalim, dan baitul maal.
1.
Al-Hisbah: Menjaga Etika di Pasar
Al-hisbah
berperan sebagai lembaga kontrol sosial ekonomi yang bertugas memantau jalannya
transaksi agar tetap sejalan dengan prinsip kejujuran dan keadilan. Di beberapa
negara seperti Nigeria, lembaga ini telah berhasil membentuk struktur sosial
baru yang lebih tertib dan religius melalui pendekatan yang humanis.
Meskipun
Indonesia belum memiliki lembaga al-hisbah secara formal, keberadaan organisasi
seperti LPPOM MUI dan YLKI sedikit banyak mencerminkan peran serupa dalam
konteks pengawasan produk halal dan perlindungan konsumen.
Indonesia
sendiri tidak menganut sistem pemerintahan yang berdasarkan pada syariat Islam,
melainkan Pancasila, sehingga dapat dipahami bahwa sulit untuk membentuk
lembaga al-Hisbah. Walaupun demikian, paling tidak fungsi pengawasan dapat
mendorong secara utuh keberadaan lembaga wilayah al-hisbah sebagai wujud
harapan bersama untuk menciptakan suatu aktivitas ekonomi, sosial, dan hukum
yang berkeadilan
2.
Al-Mazalim: Pengadilan Khusus untuk Pejabat yang Zalim
3.
Baitul Maal: Solusi Keuangan Inklusif Berbasis Syariah
Baitul
maal sejak awal berfungsi sebagai pengelola dana umat. Baitul maal pada masa
Rasulullah telah berfungsi sebagaimana layaknya bank sentral yang
mendistribusikan kekayaan secara adil. Kini dalam format modern seperti BMT,
konsep ini telah dihidupkan kembali dan terbukti membantu banyak pelaku usaha
kecil dengan sistem pembiayaan yang adil serta sesuai syariat.
Dengan
jaringan yang telah tersebar hingga ke pelosok, BMT hadir sebagai alternatif
keuangan rakyat kecil sekaligus penggerak roda ekonomi umat. Keunggulannya
terletak pada kemudahan akses, nilai-nilai kejujuran, serta dukungan terhadap
produktivitas masyarakat.
Meneguhkan
Peran Negara dalam Etika Ekonomi Menuju Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur
Sistem
ekonomi Islam bukan sekadar idealisme, tetapi juga mengandung mekanisme riil. Dalam
konstruk ekonomi sebuah negara, diperlukan prinsip serta nilai-nilai konseptual
sebagai identitas corak ekonomi bangsa tersebut. Namun pada perkembangannya,
sistem ekonomi yang telah digagas pemikir-pemikir sekuler pada zamannya
memiliki banyak kelemahan dalam segi teori maupun praktik. Dengan demikian,
dibutuhkan sebuah sistem ekonomi yang berlandaskan prinsip-prinsip teologis
yang secara filosofis memuat nilai-nilai agung (kesempurnaan) sehingga ekonomi
dapat mencapai keadilan yang kaffah.
Ekonomi
Islam sebagai sistem ekonomi yang moderat telah dengan rinci mengatur mengenai
bagaimana peran andil negara (pemerintah) dalam perekonomian sebuah bangsa. Keberadaan
lembaga-lembaga seperti al-hisbah, al-mazalim, dan baitul maal menunjukkan
bahwa negara memiliki tanggung jawab konkret dalam menciptakan keadilan dan
kesejahteraan ditengah tengah masyarakat.
Namun,
mewujudkan sistem ini secara utuh memerlukan komitmen moral dan politik yang
kuat. Tanpa itu, nilai-nilai ekonomi Islam hanya akan menjadi narasi indah yang
tidak pernah terealisasi.
5 Mei 2025
Muhammad Rasyid Ridlo M.E
Comments
Post a Comment