PEREMPUAN PENDIDIK PERADABAN

 

PEREMPUAN PENDIDIK PERADABAN

“You educate a man; you educate a man. You educate a woman; you educate a generation.”
― 
Brigham Young

 

Entitas perempuan sebagai madrasah peradaban telah menunjukan bahwa kontribusinya pada pembangunan karakter sebuah bangsa sangat fundamental apabila ditinjau dari perspektif pendidikan moralitas generasi muda sejak dini. Karna baik buruknya moralitas pemuda-pemudi suatu bangsa tergantung pada sentuhan kaum ibu terhadap bibit penerus tampuk pimpinan selanjutnya. Karakter sebuah bangsa tercipta dari paradigma yang dimiliki oleh generasi mudanya. Dan faktor utama yang mempengaruhi paradigma generasi muda adalah pendidikan utama yang diterimanya sejak dini, yaitu berasal dari lingkungan awal dimana mereka tumbuh dan berkembang. Ya, tentu saja kasih dan semangat para wanitalah kuncinya. Bagaimana kemudian seorang ibu dapat mentransfer pemahaman berpikir positif, kreatif, progresif, revolusioner, dan welas asih terhadap sesama kepada anaknya melalui sentuhan lembut jiwa mulia dan didorong oleh keceradasan serta kebijaksanaan mereka dalam mendidik.

Tanggung jawab tersebut tentu harus diimbangi dengan kesiapan para kaum hawa generasi muda saat ini. Karna hasil selalu ditentukan oleh proses. Ditambah dengan fenomena dunia hari ini yang cukup mengkhawatirkan bagi para pemudi untuk dapat bertahan dengan pola pikir progresif, mental sehat, dan jiwa yang bersih. Dimulai dari fenomena global mengenai wabah pandemi Covid-19 yang mengharuskan manusia untuk mengalokasikan sebagian aktivitas hariannya pada dunia digital/virtual. Pada dunia digital/virtual tersebutpun punya tantangannya tersendiri. Tantangan yang lebih membahayakan dari virus corona, yaitu virus degradasi mental, moral, akhlak, intelektual, spiritual, emosional, dan lainnya.

Terlepas dari berbagai fenomena dan tantangan yang terjadi, kita wajib yakin dan percaya. Bahwa kaum hawa akan dapat mengatasi hal tersebut dengan kemampuan adaptasinya. Sejarah telah banyak menceritakan bagaimana perjuangan kaum hawa dalam menanggulangi problematika besar hingga mempelopori gerakan-gerakan revolusioner yang dampaknya dapat kita rasakan hari ini. Dari zaman awal islam didakwahkan, Khadijah bin khuwailid telah menunjukan contoh kemandirian perempuan dalam hal finansial. Menjadi mandiri, tidak ketergantungan dan aktif mensupport Nabi dalam ekonomi keluarga dan dakwahnya. Bergeser ke tahun 1950an pada revolusi kuba, Celia Sanchez tokoh perempuan saat itu berperan penting merekrut relawan dan mengatur pergerakan gerilyawan setelah pendaratan menuju pegunungan Sierra Maestra. Bahkan dalam catatan sejarah, Celia dituliskan terlibat langsung dalam peperangan. Sampai pada bumi pertiwi, tokoh tokoh perempuan seperti R.A Kartini, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika dan yang lainnyapun terus bermunculan.

Jadi, bukan hal baru apabila perempuan menjadi sosok atau pelopor suatu gerakan di dunia. Bukan hanya gerakan kesetaraan gender, tapi gerakan-gerakan pencerdasan dan pembebasan yang memiliki dampak universal. Bergerak dan mendidik, adalah tugas besar perempuan. Sederhana, tapi luas dan mulia dampak manfaatnya. Pandemi bukan sebuah halangan, melainkan harus dapat dijadikan momentum bagi perempuan muda Indonesia untuk dapat bergerak mencerahkan peradaban dari gelapnya dunia yang hedonis-pragmatis-individualis ini. Kemurnian tauhid, kecerdasan intelektual, dan penguasaan emosional adalah faktor kunci gerakan perempuan.

“Mendidik perempuan, berarti mendidik peradaban. Menelantarkannya, berarti membiarkan dunia menuju kehancuran”


17 Juli 2021

Muhammad Rasyid Ridlo S.E 

Comments

Popular posts from this blog

IDEOLOGI

Konsepsi Kepemimpinan

Inti Sari Risalah Islam Berkemajuan